Jumat, 22 Februari 2019

Belajar Nasionalisme dari Soekarno

Nasionalisme dalam perspektif Soekarno adalah nasionalisme yang anti penindasan dan anti penjajahan. Dengan sendirinya, nasionalisme yang berkembang  juga  merupakan nasionalisme yang ber-kemanusiaan. Ini sangat berbeda dengan nasionalisme yang lahir di Eropa yang terkait erat dengan kepentingan kaum merkantilis-pedagang Eropa untuk mencari bahan baku di luar Eropa  bagi kepentingan ekonomi mereka. Semboyan Gold, Gospel dan Glory mencerminkan nafsu kolonial tersebut. Dalam pengertian lain, nasionalisme Eropa merupakan alat kaum merkantilis Eropa untuk memobilisasi dukungan gereja dan  rakyat bagi terlaksananya ekspansi kolonial ke luar benua Eropa.

Nasionalisme Siekarno merupakan nasionalisme yang berpihak pada kepentingan rakyat, bukan pada kepentingan borjuis atau pedagang seperti halnya nasionalisme Eropa. Karenanya, sosio-nasionalisme haruslah beriringan dengan pemberlakuan sistem ekonomi-politik yang memberi  ruang bagi rakyat kebanyakan (Marhaen) untuk mengontrol sumber-sumber ekonomi strategis yang akan dipergunakan bagi kemakmuran rakyat.

Sistem semacam itu, yang oleh Soekarno disebut sebagai Sosio-Demokrasi, tidak boleh dipisahkan dari  sosio-nasionalisme sebagai faham kebangsaan Indonesia. Kedua konsep inilah (ditambah dengan faham Ketuhanan) yang kemudian diramu oleh Soekarno menjadi Marhaenisme.

Dan, lagi-lagi,  hal ini sangat bertentangan dengan nasionalisme Eropa yang memang lekat dengan kepentingan kaum merkantilis dan borjuis yang ingin melakukan kolonisasi ke luar Eopa serta secara perlahan menghancurkan tatanan feodal di Eropa.

Belajar dari nasionalisme Soekarno, secara historis tentu suatu yang tak blok barat (Eropa) atau blok timur (hari ini diwakili Cina). Hari ini mata rakyat Indonesia dihadapkan pada ekonomi dengan dominasi Cina yang sangat berbahaya bagi eksistensi sebuah negeri merdeka. Dalam perspektif lain ketergantungan sebuah bangsa terhadap bangsa tertentu merupakan indikator lemahnya ketahanan bangsa terhadap nasionalisme.

Tentu pikiran berimbang dan prilaku berimbang dalam menyikapi persoalan bangsa dalam semua elemen bangsa sangat dibutuhkan, guna menghindari keperpihakan dan oplosan yang hanya berdasar pada sobyektifitas "kesukuan-su'ubiyah' yang dapat menggerus nasionalisme marhaen, nasionalisme yang berujung pada kepentingan rakyat dan bukan pada Borjuis. Justice for people, but justice for capital

Kopipagiujungsempit, 090219

Tidak ada komentar:

Posting Komentar