Minggu, 23 Desember 2018

Tsunami apakah sekedar peristiwa alam?

Selat Sunda, perairan yang menghubungkan antara pulau Jawa dan Sumatera itu Sabtu 22 Desember 2018 sekitar pukul 19.00 WIB menuliskan cerita dan menorehkan sejarah kesedihan saat tsunami yang dipicu oleh letusan anak gunung Krakatau, menggulung ratusan manusia yang sedang metting dan menikmati alunan dan dentingan gitar berpadu drum sebuah group band ternama "seventeen". Ratusan nyawa tercabut, dan ratusan lainnya luka-luka. Para pemerhati pun berkomentar sesuai keahlian dan sudut pandang masing-masing. Ahli GMKG menyebut peristiwa itu adalah murni peristiwa alam yang dipicu dari anak gunung Krakatau. Ilmuan serupa yang juga kupandang sebagai seniorku menyebut, bahwa musibah tak ada kaitannya dengan dosa seseorang. Sementara ahli agama menyebut sebagai musibah dari Tuhan atas manusia. Tentu sebagai manusia yang hidup di negara Indonesia yang sarat dengan nilai religius, memahami bahwa tak ada satupun yang terjadi di dunia atas makhluknya, baik sesuatu yang membahagiakan atau menyedihkan, sesuatu yang menyenangkan atau menyakitkan, bukanlah suatu yang kebetulan, melainkan atas kuasa dan kehendak sang Maha Pencipta. Maka tentulah mengandung dua makna yang berhimpitan, musibah dan ujian.

Bermakna musibah, tentu sebagai pengingat kepada manusia untuk melakukan introspeksi atas priakunya, baik kepada alam ataupun kepada sesamanya. Apakah selama ini telah berlaku tidak adil terhadap alam atau sesamanya Bermakna ujian, bila difahami bahwa Tuhan ingin menguji manusia, selaku pribadi atau Kholifah fil ardi. Karena sebagian besar bangsa Indonesia bukanlah manusia atheisme, tentunya ajan memandangnya bahwa peristiwa tsunami bukanlah peristiwa alam belaka, melainkan kekuasaan Tuhan yang tersirat keinginan Tuhan, bersifat musibah atau ujian.sebagai manusia yang sarat dengan dosa, tak ada yang pantas terucap kecuali harapan ampunan atas segala perilaku, serta ketetapan kesabaran atas semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar