Selasa, 11 Desember 2018

Islam dan keIndonesiaan

Melihat Tulisan Nur Cholis Majid dalam bukunya " Keharusn Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat " sepertinya masih relevan untuk melihat kondisi umat islam Indonesia hari ini. Belakangan terjadi heroisme simbolisme islam, ketika pembakaran bendera yang disebut sebagai bendera tauhid oleh oknum dari banom organisasi tertentu.Tentu persoalannya bukanlah oknum atau tidak oknum, akan tetapi tentu perlu dilihat lagi, simbolisme atau subtantif.

Sejarah mencatat masyumi sebagai simbol partai islam, harus beakhir ditangan orde lama, DI/TII berakhir di tangan yang sama, terahir nasib HTI juga harus dibubarkan oleh pemerintah, kendati belum final. Ini tentu adalah sederet pengalaman berharga bagi umat islam, bahwan simbolisme islam di Indonesia sesungguhnya sudah final ketika ulama menerima Pancasila sebagai dasar negara RI. Mengapa? Para pendiri negara sangat sadar bahwa Indonesia dengan kemajemukaanya (budaya, suku bangsa, dan agama) mengharuskan sebuah piagam yang dapat menaungi semua dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Maka berbicara tentang Islam di Indonesia, merupakan Islam dengan nilai-nilai budaya yang dimilikinya, dengan tanpa menafikkan sebuah kebenaran ilahiyah. Dalam arti lain, aplikasi nilai islam yang bersifat subtantif tentulah akan lebih penting daripada simbolisme yang akan dapat membenturkan antar simbol islam, yang dalam jangka panjang akan berbahaya bagi integritas sebuah bangsa. Dan kita yakini semua bahwa semua kita bangsa Indonesia, warga negara Indonesia, tetap berkeinginan bahwa Indonesia, negeri kita tetap jaya diatas nilai-nilai adiluhung, menyatu dan mengakar dalam gerak langkah dan prilaku warganya yang umat islam sebagai pioner kemerdekaan, dengan sekali lagi, tanpa menafikkan yang lain.

Jayalah negeriku, jayalah bangsaku, majulah umat islam Indonesia (copi siang Banaran Prambontergayang Soko Tuban)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar